Mutilasi Dalam Sunat Anak Perempuan
Tujuan tulisan ini dibuat hanya
untuk sekadar mengingatkan bahwa berdasarkan peraturan kementrian kesehatan
nomor 1636/menkes/PER/XI/2010 tentang tata cara sunat anak perempuan sudah
tidak berlaku sejak adanya keputusan kementrian kesehatan no.6 tahun 2014. Itu
artinya, sunat pada anak perempuan di Indonesia sudah tidak lagi diperbolehkan.
Meski begitu, sunat anak perempuan
masih jadi perdebatan dan masih ada yang melakukannya karena budaya.
Sebenarnya, mengapa sunat perempuan menjadi perdebatan sampai undang-undang
tentang sunat perempuan pun ikut berubah-ubah? Itu dikarenakan sampai saat ini
belum ada penelitian khusus tentang sunat perempuan ini, jadi belum ada yang
bisa membuktikan manfaat kesehatan dari kegiatan ini. Dokter pun tidak
merekomendasikan dan WHO bahkan menyatakan kegiatan ini, Feminim Female Genital Mutilation
yang mana merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Pernah nggak, sih, ketika hawa
dingin tengah malam masuk ke dalam kamar saat sedang berdiam diri dan angin
tersebut membawa beban pikiran acak, seperti, “Anak perempuan yang disunat
bagian apanya, ya?”
Mari kita bedah dari pengertian
sunat terlebih dahulu. Sunat, khitan, atau sirkumsisi adalah tindakan
memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari alat
kelamin. Jika laki-laki sudah jelas bagian mana yang dipotong untuk
dibersihkan, berbeda dengan perempuan yang masih jadi pertanyaan, apa yang
dipotong? Karena terdapat 4 tata cara sunat perempuan, yaitu memotong seluruh
klitoris, memotong setengah dari klitoris, meggores sedikit klitoris, dan
memotong tudung klitoris (clitoris hood) agar mudah dibersihkan.
Tetapi, Ikatan Dokter Anak Indonesia menyebutkan
bahwa secara anatomis, tidak semua anak perempuan memiliki penutup klitoris
atau saluran kemih. Bagaimana jika praktik sunat perempuan ini masih dijalankan
dengan metode yang sama untuk bentuk vagina yang variatif. Tidak menutup
kemungkinan jika seorang anak perempuan yang tanpa tudung klitoris disunat dan
yang terpotong malah bagian lain.
Jika praktik sunat perempuan masih dijalankan
dengan alasan ajaran agama, kitab I’anatuth Thalibin menjelaskan, “Wajib
berkhitan bagi perempuan dan laki-laki jika waktu dilahirkan belum keadaan
terkhitan.”
Berarti memang agama pun tidak mewajibkan kegiatan
ini, dan sebagian perempuan terlahir sudah dalam keadaan terkhitan.
Sekedar informasi tambahan tentang apa itu
klitoris dan kegunaannya. Menurut Roy J. Levin klitoris adalah organ kewanitaan
yang sangat penting. “Klitoris memiliki kedua fungsi,
yaitu prokreatif (reproduksi) dan rekreatif (kenikmatan) yang sama-sama
penting.”
Lalu bagaimana jika klitoris tersebut dipotong hanya karena
budaya yang melekat di suatu tempat, seperti Afrika yang masih melakukan
kegiatan sunat perempuan dengan metode memotong seluruh klitoris? Ya, mari kita
renungkan di dalam kamar, mungkin nanti ada jawabannya dari hembusan angin
lewat sela-sela kaca.
Komentar